Kamis, 12 April 2012

postheadericon Topeng dan Etika; Siapa Aku?


Man ‘Arafa Nafsahu Faqod ‘Arafa Rabbahu
“Siapa Yang Mengetahui Dirinya Maka Sungguh Dia Mengenal Tuhannya”

Tak ada yang tahu pasti seperti apa diriku sesungguhnya. Aku sendiri kurang dan bahkan tidak tahu persis mengenai siapa yang bersembunyi di balik jasadku ini. Yang aku rasa, dalam diriku terdapat sesuatu yang memiliki tingkat adaptasi refleks cepat yang bekerja secara oromatis. Kurang dalam hitungan detik, mungkin aku bisa berubah 180˚.


Aku tak banyak tahu bahkan tak tahu tentang dunia psikologi, karenanya tak tahu gejala apa yang terjadi. Di suatu tempat aku adalah sosok iblis bersayap, aura positif selalu aku usahakan untuk terus terpancar. Namun di sisi lain aku adalah sosok malaikat bertanduk, kebusukan yang terlanjur identik dengan hitam senantiasa menguntitku untuk sesekali merubahku menjadi yang dianggap tak mungkin.

Di tanah leluhurku, mungkin mayoritas dari mereka menganggapku sebagai manusia beradab dengan pembawaan yang lembut. Sebuah image positif pembawaan dari pendahuluku yang rona wajahnya sudah lama tak ku ingat (allahuma igfirli wali walidaya warhamhuma kama rabbayani sogira). Padahal wujud diriku di tengah-tengah mereka berbanding terbalik dengan persepsi mereka tentang diriku. Tapi penilaian mereka telah terlanjur disepakati secara kultur natural, dan aku harus bisa melestarikan citra baik ini.

Aku tak menghendaki mereka menganggap diriku suci. Pembawaanku di tanah kelahiranku merupakan perwujudan diriku dari segala macam yang melekat dan identik denganku. Jika suatu saat tirai putih itu tersingkap, maka kesadaranpun akan membangunkan mereka. Terserah mereka sebut apa diriku sekarang ini, mungkin manifestasi diriku ini adalah topeng untuk menutupi kebejatan yang membuntutiku.

Semua orang memiliki sisi kelam, tanpa terkecuali aku. Topeng malaikatku bukan untuk membangun image baik, karena sekali lagi aku tak ingin dianggap baik. Topengku ini semata-mata hanya pengamalan dari etika yang ku tahu. Sifat “baikku” hanya karena aku tahu nilai dan norma, dan aku berusaha tak ingin melanggarnya. Mungkin kerendahan diri yang aku tunjukan pada keluarga dan lingkungan merupakan pengamalan dari budaya sopan-santun yang ku dapat secara naluriah.

Namun pembelaan tidak akan ada artinya. Semua persepsi dikembalikan pada mereka yang sekarang berada jauh dariku. Mereka anggap aku sejuta topeng kepalsuan, terserah… mereka anggap ini pengamalan dari hidup beradab, terserah… yang jelas aku hanya melakukan apa yang ingin kulakukan sesuai dengan pengetahuanku. Topengkah? Atau Etika?
Share

0 komentar:

About Me

Foto Saya
Fahmi Faneja
Fundamental, Sosialis, Sekuler dan Liberal....
Lihat profil lengkapku
FAHMI FANEJA. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut