Selasa, 22 Mei 2012
Tebang Korupsi Dengan Menanamnya
Tulisan ini adalah partisipasi penulis dalam menyemarakan
dan memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Ada baiknya jika semua yang ada
dibangkitkan , termasuk KORUPSI!
Dalam perjalanannya di Indonesia, korupsi sulit sekali dihentikan.
begitu juga dengan gerakan pemberantasannya yang selalu dirintangi oleh para
elit politik dengan kekuasaannya. Masih terlukis dalam ingatan bagaimana karier
Antasari Azhar harus berakhir di tahanan akibat dari tuduhan pembunuhan
berencana. Lembaga independen yang pemerintah dirikan sendiri harus dihadang
oleh pemerintah juga. KPK disinyalir ditunggangi kepentingan kelompok.
Tak jauh berbeda dengan solusi hukuman yang ditawarkan oleh
berbagai pihak kerap mendapati kendala yang rumit. Sehingga kegiatan perlawanan
korupsipun mewabah, baik itu melalui transfer ilmu dengan kegiatan belajar
mengajar dan seminar anti korupsi, ataupun sharing pengetahuan melalui diskusi yang
mengangkat tema korupsi.
NU dan Muhammadiyah bahkan mengeluarkan fatwa koruptor sama
dengan kafir. Tapi selanjutnya masih mendapat kritik dari lembaga agama, MUI. karena kafir itu adalah urusan tuhan, dan
manusia tidak mempunyai otoritas untuk menuduh individu dengan sebutan kafir.
Ini membuktikan bahwa bukan perkara yang mudah dalam melawan korupsi.
Dalam seminar restorasi fungsi transformasi agama dan
perlawanan korupsi, upaya perlawanan korupsi ormas islam dan organisasi
kemahasiswaan cenderung memberikan solusi yang sama. Hukum mati dan sangsi
sosial, berupa pengasingan yang dilakukan oleh masyarakat masih menjadi alternatif lain. Namun hukuman mati
dianggap melanggar HAM dalam pandangan aktifis HAM. Tapi perbuatan melanggar
HAM orang banyak justru diperbolehkan seolah diberikan keleluasaan. Begitu juga
pengisolasian, banyak para koruptor yang sedang menjalani hukuman justru
mendapatkan pelayanan istimewa dan masih bisa keluar masuk tahanan sesuka hati.
Berbagai macam aturan telah dibuat, UU pun telah dirumuskan.
Tapi tidak sedikitpun kasus korupsi berkurang, malah cenderung meningkat.
Indeks persepsi korupsi Indonesia cenderung menunjukan kualitasnya sebagai
salah satu Negara paling korup di dunia. Solusi dan hukuman apakah yang pantas
untuk mengahadang laju korupsi yang telah identik dengan budaya bangsa dan
telah menjadi mata pencaharian sebagian besar orang-orang pintar?
Sebuah tradisi yang baik dapat diambil dari kebiasaan nenek
moyang orang sunda. Dalam hidupnya, mereka TIDAK
PERNAH MENEBANG POHON SEBELUM MEREKA MENANAMNYA. Bila ditarik pada kasus
korupsi, maka tidak boleh memberantas korupsi sebelum melestarikannya. Meskipun
korupsi merupakan parasit, ada baiknya jika kearifan lokal suku sunda coba
diterapkan.
Bagaimanapun juga meski dilarang dan beri hukuman pada
pelaku korupsi, mereka tetap saja tumbuh menjalar dengan tidak dapat dibendung
dan merugikan negara. Sebuah solusi ekstrim yang coba diketengahkan adalah MELEGALKAN KORUPSI TAPI DENGAN CATATAN ADA
PAJAK HASIL KORUPSI. Dari tahun ketahun pajak itu terus ditingkatkan, misal
dari 30%, 50%, 70%, 90% hingga mencapai 100% bahkan bisa ditambah denda seper
sekian persen dan/atau penyitaan seluruh harta kekayaan koruptor.
Bila dalam berbagai macam tulisan (stiker, spanduk dsb)
terpasang perlawanan kepada korupsi, maka alternatif lain perlu dicoba. Karena
korupsi telah menjadi budaya bangsa, dan menurut orang budaya itu perlu
dilestarikan. Ada baiknya berbagai macam atribut visual anti korupsi diganti
dengan “KORUPSI ADALAH BUDAYA BANGSA. MAKA LESTARIKANLAH”. Para ahli psikologi
akan memahami tulisan ini. Dalam dunia
psikologi disebut dengan reverse psikologhy (psikologi terbalik), menyatakan
sesuatu justru untuk maksud sebaliknya.
Mengingat pada psikologi terbalik di atas, jangan-jangan
jargon anti korupsi yang banyak disaksikan masyarakat adalah bagian dari
reverse psikologi? “Tolak gratifikasi!” Adalah sama dengan terima gratifikasi.
“Apapun boleh naik, koruptor harus turun!” Sama dengan apapun boleh turun,
koruptor harus naik…. Mengingat partai yang mengusung anti korupsinya pun harus
menelan ucapannya sendiri. Kasus politisi dari partai yang tengah berkuasa
justru tersandung masalah korupsi. Masih segar dalam ingatan, kampanye pemilu capres-cawapres
2009 lalu. No 2…LANJUTKAN!
Dengan hemat yang
sederhana, kata lanjutkan disana mungkin mencakup berbagai hal, termasuk
korupsi. Sudah berapa banyak uang rakyat yang diambil oleh tangan-tangan jahil
tak bermoral, ada kemungkinan itu merupakan imbas dari slogan kampanye salah
satu kontestan capres dan cawapres pada pemilu 2009 lalu.
Tak dapat terhitung secara akurat faktor yang menjadi
pendorong korupsi semakin tumbuh subur. Budaya instan di Indonesia memang telah
melanda pada setiap orang, perlawanan korupsi harus dimulai dari diri sendiri.
Karena dalam setiap unsur kehidupan untuk saat ini sudah bisa dirasuki anasir
KKN. Orang yang tidak memiliki jabatan untuk melancarkan aksi korupnya pun
masih berpeluang untuk melakukan korupsi.
Bagaimanapun juga korupsi telah banyak membuat rakyat
menderita, kerugian besar yang dialami rakyat tetap berlangsung. Ada
kemungkinan (meski kecil) ini akibat dari dilarangnya korupsi di Indonesia.
Mungkin kasusnya akan lain jika pajak hasil korupsi diberlakukan hingga membuat
korupsi tak lagi berjejak. Wallahu ‘alam…
Label:
Sosial
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar