Kamis, 02 Juni 2011

postheadericon Sihir : Penyimpangan Aqidah

PENDAHULUAN
              Latar Belakang
Banyak firman tuhan yang menyatakan bahwa syetan merupakan musuh besar yang nyata bagi manusia. Syetan tidak akan pernah melepaskan manusia untuk digodanya, bahkan dalam sebuah keterangan menjelaskan bahwasannya syetan menggoda manusia dari segala penjuru. Baik dari depan, belakang dan samping. Hal itu dilakukan agar mereka mendapatkan teman di neraka kelak.
 Namun manusia terkadang lupa akan semua godaan itu, sebagian dari mereka lebih asyik berada dalam buaian syetan yang kenikmatannya hanya sesaat. Bahkan yang lebih ironis lagi mereka menjadikan syetan sebagai teman atau bahkan tempat berlindung dan meminta pertolongan.
Tradisi itu bukan hanya terjadi pada dewasa ini, melainkan telah ada sejak zaman kebodohan bangsa arab 15 abad yang lalu. Mereka selalu meminta perlindungan jin apabila hendak melewati tempat yang dianggapnya berpenghuni. Dan budaya meminta pertolongan kepada syetan itu diabadikan tuhan dalam salah satu firmannya.
Bila dilihat dari tujuan penciptan, masing-masing kedua makhluk diberi tugas yang sama, yaitu untuk menjadi hamba tuhan. Namun jika kita telusuri lebih dalam lagi, sebenarnya tugas yang diemban manusia jauh lebih banyak yakni sebagai pesuruh tuhannya untuk memakmurkan tempat di mana mereka tinggal dan berinteraksi dengan manusia lainnya dan lingkungannya.
Dengan tugas tambahan sebagai pemakmur bumi, manusia lebih unggul dari pada syetan. Bila dianalogikan dengan system pemerintahan, maka orang yang lebih banyak tugas ialah orang yang mempunyai nilai kelebihan dari pada yang lainnya.
Manusia diberi keistimewaan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya yang dikenal dengan tri potensi, cipta rasa dan karsa. Dan harusnya fasilitas inilah yang digunakan manusia untuk mendapatkan keinginannya dengan ketiga potensi yang diberikan tuhan padanya, bukan dengan cara meminta bantuan kepada makhluk yang justru derajatnya lebih rendah bahkan lebih hina dan juga sebagai musuhnya.
            Keadaan ini merupakan deviasi sosial atau menurut Paul Von Lilienfeld adalah patologi sosial. Di mana kondisi sosial tidak dapat lagi mengakomodir diri mereka dengan tranformasi sosial pada saat yang bersamaan itu. Dengan adanya problema tersebut maka penulis mencoba mendeskripsikan masalah di atas dalam makalah yang berjudul “Deviasi Konviksi; Konspirasi Manusia dan Syetan”. Semoga dengan adanya makalah ini penulis berharap bisa berguna bagi semua orang.

HAKIKAT MANUSIA DAN SYETAN
A.                Hakikat Manusia
1.      Pengertian Manusia
Banyak cara untuk mendapatkan pengertian yang jelas mengenai manusia. Untuk mendapatkan definisi akurat mengenai manusia kita bisa melihat manusia dari berbagai macam dimensi, antara lain agama, sosiologis dan filosofis.
Mengenai manusia dalam kitab suci umat islam disebut dengan istilah yang memuat pesan-pesan khusus yang berbeda dari pengertian lain, yang secara sepintas lapadz-lapadz itu merupakan sinonim sifatnya, seperti al-basyar, an-naas dan al-insan.[2]
Lapadz manusia dengan menggunakan kata al-basyar adalah anak keturunan Adam, makhluk fisik yang suka makan. Aspek fisik itulah yang mencakup anak keturunan adam secara kesuluran. Kata basyar memiliki makna “seperti”.
Sedangkan kata manusia dengan lapadz an-naas menunjukan nama jenis bagi keturunan Adam, atau menunjukan keseluruhan makhluk hidup secara mutlak.
Dan kata manusia dengan menggunakan lapadz al-insan dapat disimpulakn sebagai bentuk kata yang memiliki sisi kesamaan makna, pesan yang dikandungnya adalah “kebalikan”. Kata ini sering disebut berdampingan dengan kata al-jin.
Ditinjau dari sudut pandang sosiologis, manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Walaupun berada dalam kasih sayang tuhannya dan hidup bahagia, tapi bila hanya seorang diri tanpa ada orang yang menemani semuanya itu tidak akan berarti apa-apa. Seperti halnya manusia pertama yang kemudian tuhan ciptakan untuknya pasangan hidup, sehingga sampai pada manusia sekarang ini.
Keadaan ini dikarenakan manusia tidak karuniai tuhan alat fisik yang cukup untuk dapat hidup sendiri. Berbeda dengan hewan yang dibekali dengan alat fisik yang cukup menunjang untuk dapat menyalurkan kenaluriannya.
Di dalam hubungan antara manusia dengan manusia lain, yang paling adalah reaksi yang yang timbul sebagai akibat hubungan-hubungan tadi.  Reaksi itulah yang menyebabkan tindakan seseorang menjadi bertambah luas. Dalam memberikan reaksi tersebut ada suatu kecenderungan manusia untuk memberikan keharmonisan dengan tindakan-tindakan orang lain. Hal ini dikarenakan manusia memiliki keinginan untuk menjadi satu dengan yang lainnya (masyarakat) dan keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya. Dan keinginan ini merupakan bawaan mereka sejak mereka dilahirkan.[3]
Secara filosofis, manusia merupakan makhluk tuhan yang otonom, yang berjiwa raga, individu yang memasyarakat, dan yang berpikir.[4]
Semua manusia yang hidup di bumi pasti meyakini dengan adanya tuhan, bahkan atheis yang sama sekali menolak adanya tuhan berarti mereka mengakui adanya tuhan tapi mereka menolaknya. Dan manusia adalah makhluk tuhannya, terlepas apakah itu tuhan allah, yesus dan sebagainya. Namun mereka keadaan mereka yang otonom itulah yang selalu bertentangan dengan keadaannya sebagai makhluk tuhan dan membuat manusia terikat oleh ketentuan tuhan.
Sebagaimana semua orang ketahui, bahwasannya manusia yang hidup itu terdiri dari unsur jiwa dan unsur raga. Raga akan mengikuti kondisi jiwa dan begitupun sebaliknya jiwa akan mendorong kebutuhan raga. (jiwa yang meraga dan raga yang menjiwa).
Sebagaimana yang telah disebutkan dimuka, bahwa manusia merupakan makhluk yang bersosial, jadi manusia akan menjadi masyarakat, begitu pula dengan sifatnya dia akan banyak dipengaruhi oleh lingkungannya. Namun untuk sifatnya bisa jadi dia mengikuti atau bahkan menolak kebiasaan masyarakat di sekelilingnya. Dan saja individu itu mempengaruhi kebiasaan masyarakatnya dan membawa peruabahan pada masyarakt di sekitarnya. (individu yang memasyarakat dan masyarakat yang mengindividu).
Seorang filosof berkebangsaan Yunani yang corak pemikirannya rasionalis, Rene Descartes yang kemudian buah pemikirannya menjadi titik awal kebangkitan Eropa. Dia pernah mengatakan “cogito ergo sum”. Di mana setiap individu harus menunjukan eksistensinya dengan cara dia berpikir, karena itulah yang membedakan manusia dan hewan. Jadi mungkin menurut Descartes dia akan mengakui adanya dirinya jika dia berpikir.
2.      Proses Penciptan Manusia
Hal yang paling pantas untuk membicarakan proses penciptaan manusia ialah dari unsur jasad. Dalam hal jasad, jauh sebelum ilmu kedoktoran berkembang, tuhan telah mengungkapkan sisi jasad manusia dengan begitu gamblang.
Manusia pada awalnya berasal dari saripati tanah, tanah itulah yang menjadi air mani dan berubah segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging, dan kemudian menjadi tulang yang berbungkus daging.[5]
Sungguh indah perumpamaan tuhan untuk menggambarkan siapa manusia itu ditinjau dari sisi fisiknya. Manusia diciptakan dari sperma yang berasal dari saripati makanan. Pada hakikatnya manusia merupakan manifestasi dari apa yang dia makan.[6] Karenanya manusia harus benar-benar memperhatikan apa yang dia makan dan bagaimana cara mendapatkan makanan tersebut.
Selain unsur jasad, juga terdapat element manusia yang paling esensial. Unsur tersebut dinamakan dengan ruh. Menurut seorang filosof berkebangsaan Yunani Aristoteles manusia itu terdari dari materi, bentuk; terdiri dari jasmani dan ruh.[7]
Menurut sebuah ayat ruhlah yang lebih dulu diciptakan, dan setelahnya unsur jasad terbentuk maka barulah ruh itu ditiupkan pada jasad itu. Jadi jauh sebelum kehidupan manusia ruh telah lama hidup. Bagi Mulla Sadra, seorang filosof yang berasal dari Iran, bahwa ada alam yang mendahului kemunculan manusia dalam kebaharuan sebagai identitas materi dan argument ini menguatkan apa yang diungkapkan Plato “jiwa manusia merupakan bentuk akal yang sudah ada sebelum kemunculan fisik yang baharu”.[8]
Selain unsur ruh dan jasad, manusia juga diberi berbagai macam potensi yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lainnya. Secara umum, potensi bisa diklasifikasikan kedalam dikotomi potensi negatif dan positif. Dalam perjalanannya, bisa jadi potensi negatif berkembang lebih pesat dan menekan potensi positif, dan juga bisa sebaliknya, potensi positif bisa menekan potensi negative.
Kedua potensi inilah yang dikatakan sebuah sabda nabi, bahwasannya jarak antara seseorang kepada neraka itu hanyalah sejengkal, dan jarak nerakapun hanya satu jengkal. Antara neraka dan surga hanyalah terhalang oleh sesuatu yang sangat tipis. Keadaan inilah yang membuat manusia dikaruniai dua potensi yang sangat kontradiktif , dan relavan dengan kedua alam akhirat tersebut.
Potensi yang dianugerahkan kepada manusia diantaranya adalah: rasio, akal, hati dan nafsu.[9]
B.                 Hakikat Syetan
1.      Pengertian Syetan
Sebenarnya tuhan tidak menciptakan makhluk hidup yang berbentuk syetan, yang dia ciptakan adalah manusia, malaikat, hewan dan tumbuhan. Sesungguhnya syetan itu hanyalah merupakan sebuah sifat. Secara etimologi, syetan berarti yang jauh dari kebenaran. Siapapun orangnya yang jauh dari kebenaran maka dia dikatakan syetan. Apakah itu manusia ataukah iblis dan jin.
Mengenai iblis dan jin[10], secara bahasa berarti tidak memiliki kebaikan dan yang tersembunyi. Mereka berdua merupakan salah satu dari malaikat yang yang diperintahkan untuk sujud kepada manusia pertama, namun dia enggan dan akibatnya dia terusir dari syurga. Dikarenakan kesombongan dan ketidaktaatan mereka kepada tuhannya.
2.      Asal-usul Syetan
Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang asal-muasal syetan, sebagian mereka mengatakan: syetan berasal dari golongan jin yang durhaka kepada tuhannya. Sedangkan golongan yang lainnya mengatakan: syetan berasal dari golongan malaikat yang pernah menghuni syurga, namun karena pembangkangannya maka dia dikutuk menjadi iblis.
3.      Sifat Syetan
Untuk bahasan mengenai sifat syetan, ada dua bagian dari sifat Syetan, yaitu sifat fisik dan sifat perilaku.
Tentang sifat fisik syetan memiliki: moncong/paruh, berambut dan berjenggot kusut, dan selebihnya memiliki unsur fisik seperti bertangan, berkaki dsb.
Sedangkan mengenai sifat dari perilaku syetan adalah: membisikan kejahatan, menangis, kencing, tertawa, mengalir dalam darah, menghadap shaf shalat, (maaf) buang angin, menyelip pada shaf shalat dan masih banyak lagi perilaku yang buruk lainnya.
Oleh karena perilakunya itu dia dinamakan syetan, baik apakah itu dari golongan jin maupun manusia.

INTERAKSI MANUSIA DAN SYETAN
Mungkin di kalangan sosiolog tidak banyak di bahas mengenai interaksi antara dua makhluk hidup yang berbeda alam ini, karena sosiologi lebih memokuskan  perhatiannya pada hubungan manusia dengan manusia saja, penempatan struktur masyarakat dan dinamikanya. Membahas perilaku manusia, cara bergaul, mobilitas masyarakat, problematika masyarakat dan sebagainya.
Sebagaimana Ferdinand Tonnies membagi sosiologi kedalam tiga bagian, yakni: sosiologi murni, sosiologi terapan dan sosiologi empiris.[11]
Sosiologi murni atau umum berusaha mengembangkan suatu system, konsep-konsep “normal” atau jenis-jenis masyarakat ideal yang sangat penting bagi pendeskripsian dan pemahaman fenomena-fenomena empirik. Sementara itu sosiologi terapan adalah penerapan konsep-konsep ini pada fenomena historis dan kontemporer. Dan sosiologi empirik mangadakan pengkajian melalui metode-metode empirik induktif dengan menggunakan konsep-konsep sosiologi murni sebagai sarana orientasi dasarnya.
Jadi para sosiolog berusaha mengembangkan suatu konsep masyarakat ideal dan penerapan serta pengontrolannya.
Padahal dalam kenyataanya, masih ada dan bahkan banyak orang yang mengadakan interaksi dengan makhluk metafisik yang dilatarbelakangi oleh kepentingan pribadi. Namun karena modus yang dilakukan oleh mereka terselubung maka keadaan ini tidak terlalu muncul ke permukaan dan menjadi bahasan sosiologi.
Ada banyak cara orang bisa berinteraksi dengan makhluk gaib, bila kita lihat di acara-acara TV ketika malam hari ada banyak orang yang sengaja ingin berdialog dengan makhluk halusi itu dengan salah seorang yang menjadi media makhluk halus itu.
Pada bab ini penulis akan memberikan sedikit gambaran mengenai interaksi antara manusia dengan makhluk halus di sekelilingnya, namun yang lebih penulis tekankan bukan interaksi biasa yang sering manusia lakukan dengan yang lainnya, melainkan interaksi yang mengandung ritual pemujaan. Atau penulis sebut konspirasi antara manusia dan syetan.
Sebenarnya manusia yang berkonspirasi dengan syetan adalah manusia yang terperangkap oleh syetan yang mengadakan persekongkolan dengan syetan lainnya, karena dia telah sesat dan menyimpang. Namun karena kepentingan pribadi selanjutnya dia yang berusaha untuk menjerat orang lain dengan bantuan syetan itu.
untuk tidak mengaburkan bahasan maka penulis hanya fokus pada bahasan manusia yang berkonspirasi dengan syetan untuk mencari kepentingan pribadi saja.

simbol dari organisasi Anton Levay
KONSPIRASI MANUSIA DAN SYETAN
Ada banyak jenis persekongkolan antara manusia dan syetan, namun yang lebih banyak dikenal masyarakat adalah jenis perdukunan dan sihir.
1.      Perdukunan
Dukun adalah orang yang mengetahui keadaan-keadaan ghaib dan menggambarkannya kepada manusia tentang peristiwa yang akan terjadi berdasarkan wahyu dari syetan. Seorang mufasir Ibnu Katsir menafsirkan: perdukunan ialah orang yang memiliki pandangan yang didapatkan dari jin yang mencuri dengar dari langit.[12]
Menurut sebuah keterangan  bila seorang dukun berkata tentang masa depan dan itu benar terjadi, maka telah ada sekian banyak kebohongan yang telah dibuatnya dengan ramalannya. Itulah kedok para dukun dan rahasia keampuhannya yang bisa membaca keadaan masa mendatang yang disertai dengan seratus kebohongan.
Bila ditarik ke dalam teori evolusi tiga tahap miliknya Auguste Comte, maka orang seperti ini bisa ditetapkan berada dalam tahap metafisik.

2.      Sihir
Sihir adalah buhul dan mantra-mantra yang dibaca, ditulis dan dibuat untuk bisa mempengaruhi yang disihir secara tidak langsung. Sihir merupakan perbuatan yang dilakukan seseorang dengan menyediakan syarat-syarat tertentu, di bawah kondisi dan persiapan yang tidak wajar dengan cara-cara yang misterius.
Sihir tidak hana mempengaruhi pandangan mata saja, tetapi bisa mendatangkan cinta, benci dan menyakiti. Menurut Ibnu Qudamah sihir mempunyai  hakikat, di antranya ada yang bisa membunuh, menyakiti dan menjadikan dua orang yang saling mencintai menjadi benci dan sebaliknya orang yang saling membenci bisa saling mencintai. Namun sesungguhnya sihir tidak bisa merubah sedikitpun realita, tetapi memberlakukan khayalan-khayalan.
Bila dilihat dari hakikat yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah, maka sihir sangat berbahaya bagi eksistensi masyarakat dan kontinuitas masyarakat. Sedangkan menurut teori fungsionalisme, keadaan yang dapat mengancam keseimbangan masyarakat maka perlu dihilangkan bahkan bila perlu agamapun mesti dihapus.

3.      Dampak
Berbicara masalah dampak, tentu saja akan ada dua dampak yang akan muncul yaitu negatif dan positif. Namun disini penulis hanya akan menuliskan dampak negatifnya saja. Dalam hal keyakinan, sebenarnya tergantung pada kultur masyarakat yang berlaku. Untuk masyarakat Indonesia yang mayoritasnya adalah agama islam maka sihir dan dukun merupakan perbuatan yang menyimpang dan dilarang.
Namun berbeda lagi bila keadaanya seperti di afrika yang Kental dengan aroma mistik, sebut saja Negara Afrika Selatan. Untuk menyambut pesta olah raga terbesar di bumi, FIFA WORLD CUP. Mereka mendatangkan  dukun-dukun yang mahir dan terkenal untuk memberikan dukungan melalui ritual-ritual mistik. Ini dilakukan mereka karena mereka malu bila yang menjadi tuan rumah harus kalah dari tamunya Meksiko yang akan menjadi pertandingan pembuka.
 Bagi masyarakat seperti mereka mungkin keyakinan seperti itu tidak menyimpang dan terlarang bahkan bisa dianggap benar dan sesuai dengan norma yang ada. Jadi dampak sihir dan perdukunan bagi keyakinan suatu masyarakat bisa saja itu menyebabkan kekufuran ataupun tidak tergantung episteme mereka masing-masing.
Namun untuk konteks di Indonesia. Karena perdukunan lebih bersifat ramalan, maka dampak yang ditimbulkan pada masyarakat adalah tidak akan adanya suatu kepercayaan diri yang tinggi bila masa depan seseorang telah digambarkan, karena mungkin menurutnya percuma dia berupaya bila akhirnya dia akan tetap seperti yang telah diramalkan. Dampak lain adalah timbulnya suatu keresahan ataupun paranoid. Jadi dampak dari sihirnya hanya meliputi mental masyarakat saja namun ini sangat berakibat fatal. Berbeda halnya dengan dampak yang datang dari sihir, sihir bisa membunuh dan mempengaruhi. Jadi sihir hanya mengenai pada anggota fisik dan hati.
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Perbuatan mengadakan sekutu untuk kepentingan pribadi dan membahayakan manusia adalah perbuatan yang terlarang, karena dapat mengganggu equiblirium, eksistensi dan kontinuitas masyarakat.
2.      Saran-saran
Setelah penulis mencoba mengeksplorasi mengenai deviasi konviksi; konspirasi manusia dan syetan lewat makalah ini. Maka penulis menyarankan:
1.      Sudah saatnya manusia untuk menjauhi hal-hal yang tidak rasional, karena kita hidup di masa positivism
2.      Agar menjaga hubungan harmonis baik dengan alam maupun manusia lainnya




[1] AKA Kamarulzaman dan M. Dahlan Y. Al-Barry. Kamus ilmiah serapan.(2005). Yogyakarta: Absolut
[2] DR. Aisyah Bintu Syati. Manusia Dalam Perspektif Al-quran.(1999). Jakarta: Pustaka Firdaus
[3] Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (1982). Jakarta: CV Rajawali
[4] Suparlah Suhartono. Dasar-Dasar Filsafat. (2007). Yogyakarta: Ar Ruzz Media
[5] Al-quran Surat. Al-mu’minun ayat 12-14
[6] Shidiq Aminullah. Jiwa Tanpa Topeng Kepalsuan.(2004). Bandung: Granada
[7] Ja’far Subahani. Jelajah Benua Ruh, Urusan Tuhan.(2006). Jakarta: Al-Huda
[8] Kholid al-walid. Eskatologi Mulla Sadra. (----).------: ------
[9] Shidiq Aminullah. Jiwa Tanpa Topeng Kepalsuan.(2004). Bandung: Granada
[10] M. Isa Dawud. Dioalog Dengan Jin Muslim. (1996). Bandung : Pustaka Hidayah
[11] Prof. Dr. Wardi Bachtiar, M.S. Sosiologi Klasik. Dari Comte hingga Parsons (2006). Bandung: PT Remaja Rosdakarya  
[12] Abu Umar Abdillah. Dukun Hitam dan Dukun Putih. (2006). Jakarta: Wafa Press.
Share

0 komentar:

About Me

Foto Saya
Fahmi Faneja
Fundamental, Sosialis, Sekuler dan Liberal....
Lihat profil lengkapku
FAHMI FANEJA. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut